Origami untuk Ayah Jika Andrea Hirata menulis novel tentang ayah maka aku membuat origami untuk ayah. Anggap saja origami ini aku yang buat meski pada kenyataannya ia tercipta dari kreatif jemarimu, ayah. Semua pasti tahu bahwa bayi dengan usia 3 bulan-sekian hari tak mungkin sanggup melakukan seni melipat kertas seperti ini. Beberapa hari lagi kita akan berpisah—meski ini adalah keputusan ayah dan ibu—dengan jangka waktu yang tidak kalian tentukan. Mungkin seminggu, sebulan, bisa jadi lebih dari itu. Meskipun demikian aku tahu bahwa ayah akan selalu merindukan setiap detik bersamaku. Ayah akan merindukan tawa dan tangisku, terlebih saat mengganti popok dikala ibu sedang sibuk menyiapkan air mandiku. Tapi, yakinkan dirimu ayah bahwa keputusanmu hari ini adalah proses pembelajaranmu yang tidak akan sia-sia. Saat dewasa kelak—jika ada ijin dari Allah SWT—engkau berencana mengirimku ke pulau seberang, mengenyam pendidikan yang lebih baik dari pendidikan yang tersedia di kot
Fhilia Azkayra Seorang bayi perempuan mengucap salam pada dunia lewat tangisan pertamanya. Salah satu rumah sakit ternama nan mewah di Kota Palopo menjadi saksi kelahirannya. Aku punya sedikit cerita tentang rumah sakit ini. Namanya Rumah Sakit Mega Buana. Dulu ia adalah sebuah hotel bernama Hotel Mega Buana. Pernah aku berpikir dan bertanya dalam hati, “Kenapa hotel dirubah jadi rumah sakit? Bukankah banyak biaya? Kan, hasilnya tetap bisa menghidupi pemiliknya?” Belakangan ini jawabannya baru kutemui, “Mungkin pemilik rumah sakit ingin menghanyutkan segala dosa maksiat yang pernah mengalir. Dengan menjadi rumah sakit bisa jadi semua terbayarkan.” Untung saja tidak sebaliknya, jika demikian pastilah aku bertambah pusing. Pukul. 11.20 wita, 20 desember 2017, seorang bayi dengan berat 2,3kg dan panjang 47cm telah lahir normal, tanpa caesar . Kehadirannya membuat banyak orang bungkam. Selama 4 tahun sepasang suami istri hidup dalam cibiran dan cerita miring, membuat telinga panas